Minggu, 09 Januari 2011

Sekolah Berorientasi Kualitas

melihat kondisi pendidikan saat ini.......
andaikan boleh bercita2.....
ingin sekali rasanya mempunyai sekolah sendiri, yang bebas, tapi berkualitas. bebas dari semua aturan2 yg tidak penting dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan prestasi. misalkan tidak harus berseragam, tidak perduli bersepatu atau tidak, tidak perduli berambut cepak atau gondrong atau bahkan gundul sekalipun. tidak peduli pakai sabuk atau tidak, tidak peduli berambut hitam, merah, kuning, hijau, atau putih. tidak peduli ke sekolah pakai celana pendek, celana panjang atau bahkan pakai sarung seklaipun. asalkan mereka merasa nyaman. tapi yang terpenting adalah tiap siswanya benar2 ada kemauan untuk belajar, mengembangkan diri dan potensi di semaksimal mungkin tanpa terbentur oleh aturan2 yang mengekang kebebasan mereka. tapi tetap harus dalam koridor yang positif. sekolah yang lengkap fasilitasnya, bukan secara kuantitas, tp sekali lg secara kualitas. pengajar bukan hanya mengajar tapi juga mendidik dan membentuk. sehingga tujuan akhir bukan lulus, tetapi terdidik bukan hanya terpelajar, terbuka pikirannya, kritis, mempunyai penghargaan tinggi terhadap orang lain, dan tetap menjadi dirinya sendiri.
semoga Tuhan memberi jalan.....Amin....

Sabtu, 14 Maret 2009

loyalitas....

Banyak hal yang menyebabkan seorang karyawan tidak loyal pada perusahaan, di antaranya ketidaksanggupan perusahaan menjaga kenyamanan kerja dan tidak adanya transparansi.
Hal-hal seperti kurang diperhatikan perusahaan karena dianggap tidak penting. Perlu disadari bahwa loyalitas mempunyai peranan penting dalam kemajuan perusahaan. Menurut Mariko A. Yashihara, Managing Director, PT. JAC Indonesia, ada berapa hal yang menyebabkan karyawan tidak loyal pada perusahaan. "

Kenyamanan Kerja

Ketidaksanggupan perusahaan menjaga kenyaman kerja. Ketidakmampuan perusahaan menjaga kenyamanan bekerja bisa berdampak buruk terhadap kinerja karyawan dan pada tahap lebih fatal karyawan akan pindah kerja ke perusahaan lain. Hal ini bisa terjadi bila perusahaan tidak mempunyai prospek yang bagus terhadap kelangsungan hidup karyawan, di mana karyawan jarang atau tidak mengalami peningkatan gaji, bonus dan tunjangan. Pada perusahaan tertentu, sangat sulit memperhatikan permasalan ini karena berhubungan dengan keuangan perusahaan, apa lagi era krisis sekarang banyak sekali perusahaan yang mengabaikan kesejahtraan karyawan.

Senior sukses.

Kesuksesan seorang senior dalam meniti karier dan membangun perekonomian akan mempengaruhi semengat junior untuk tetap setia pada perusahaan. Secara umum setiap karyawan baru mempunyai harapan masa depan terhadap perusahaan. Bila harapan itu tidak terpenuhi maka mereka akan mereview harapan tersebut, termasuk kelangsungan bekerja. Tidak sedikit karyawan yang kecewa karena perusahaan kurang memperhatikan kesejahtraan karyawan.

Keluarga.

Faktor ketiga ini biasanya dialami oleh kaum perempuan. Tidak sedikit perempuan pindah dan berhenti kerja karena suami mendapat tugas kerja ke luar daerah atau luar negeri. "Bukan menentang gander, tapi kenyataanya memang seperti itu. Fenomena seperti ini tidak saja terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara lain, termasuk negara maju. Dalam menata kelangsungan rumah tangga, kebanyakm istri mengikuti suami, bukan suami yang mengikuti istri, akibatnya karier perempuan terhalang karena terbentur pola kerja suami," tutur konsultan tenaga kerja asal negara Matahari Terbit ini. Mengacu pada kasus di atas. Tidak sedikit perusahaan yang enggan menerima karyawan perempuan sudah menikah. Mereka lebih suka menerima karyawan perempuan belum menikah karena ritme kerja mereka lebih tinggi dan tidak punya resiko untuk pindah kerja, termasuk hamil. Walau menerima karyawan perempuan sudah menikah tapi tidak akan ditempatkan di posisi penting.

Transparan.
Perusahaan yang tidak pernah mengsosialisasikan provit pada karyawan akan menimbulkan rasa cemas karyawan. Karyawan akan bertanya-tanya apakah perusahaan ini masih stabil atau sudah rapuh? Apalagi perusahaan hanya menyatakan kerugian saja. Namun, bila karyawan tahu bahwa ekonomi perusahaan dalam keadaan kuat, maka karyawan akan bertahan, menjaga pola kerja dan enggan pindah kerja. Selain itu, tidak ada salahnya memberikan bonus bila perusahaan memperoleh untung besar.

Cara Meningkat Loyalitas

Mariko menjelaskan, tidak sulit meningkat loyalitas karyawan pada perusahaan. Ada empat cara meningkatkan loyalitas:

Pertama

Perhatian khusus kepada karyawan khusus. Ini bisa diimplementasikan dengan cara menaikan jabatan dan meningkatkan gaji. Untuk mengetahui perkembangan karyawan, perusahaan harus memantau kerja karyawan. tugas ini biasanya dilakukan HRD dan harus dikerjakan dengan teliti dan tidak asal-asalan. Karyawan berkualitas harus diberikan kompensasi positif, salah satunya bonus. Cara ini akan mengikat karyawan untuk enggan pindah kerja karena semua kebutuhan sudah dipenuhi perusahaan.

Kedua
Membangun nilai kekeluargaan. Nilai ini bisa dibangun dengan cara makan siang bersama karyawan terpilih. Tidak perlu setiap hari, makan siang bersama bisa dilakukan dalam satu bulan atau minggu sekali. Dari sini akan terbangun keakraban antara karyawan dengan pemimpin. Dalam kondisi akan terlontar pembicara-pembicara non formal yang membuat suasana menjadi santai dan akrab. "Cara seperti banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, para CEO meluangkan waktu untuk makan siang bersama karyawan terpilih," kata Mariko.

Ketiga
Meningkatkan karier. Menaikan jabatan karyawan berprestasi sangat perlu dilakukan, karena itu merupakan satu kebanggan. Karyawan paling senang bila mereka menduduki jabatan yang lebih tinggi. Ini merupakan satu prestasi kerja, dengan imbalan ini mereka akan meningkatkan semangat kerja. Jangan biarkan karyawan berprestasi pindah kerja, karena mereka adalah aset perusahaan yang nilainya tidak kalah dengan keuntungan.

Keempat
Analisa. Dengan menganalisa keadaan karyawan pemimpin akan tahu kondisi dan tingkat kebutuhan karyawan. Setiap karyawan mempunyai tingkat kebutuhan berbeda-beda. Dalam memenuhi kebutuhan karyawan tidak bisa disama ratakan, setiap karyawan mempunyai tingkat kebutuhan berbeda-beda. Tingat kebutuhan karyawan berusia 22-25 tahun, di mana mereka baru lulus kuliah dan belum menikah berbeda dengan karyawan berusia 30-35 tahun. Karyawan berusia 22-25 tahun mempunyai sifat ingin belajar dan tingkat kebutuhan terhadap materi masih kecil. Karyawan pada level ini lebih cocok jika berikan learning center atau pendidikan tambahan. Pendidikan tambahan akan menjadi bekal pengembangan karier. Berbeda dengan karyawan berusia 30-35 tahun.

Diusia ini mereka sudah mempunyai rencana untuk menikah. Untuk kelangsungan pernikahan, mereka membutuhkan dana pernikahan. Karyawan seperti ini lebih senang bila gajinya dinaikan. Begitu juga dengan karyawan, berusia 40 tahun ke atas. Keryawan berusia diatas 40 tahun sudah mulai sakit-sakitan dan anak sudah mulai sekolah. Karyawan ini lebih senang, bila uang kesejahtraan keluarga dinaikan.

"Selain ditentukan oleh kepribadian, loyalitas karyawan juga ditentukan oleh keadaan perusahaan. Perusahaan yang tidak sehat akan mengurangi loyalitas karyawan, kondisi seperti ini tidak saja terjadi di Indonesia tapi juga di negara maju."

Jumat, 27 Februari 2009

Sebuah Pertanyaan.....

Harusnya Aku bangga menjadi seorang perempuan. Perempuan itu mahluk yang indah, halus, lembut. Tapi sayang, perempuan itu lemah. Aku juga terkadang beranya-tanya. Kenapa aku harus dilahirkan sebagai seorang perempuan, yang hidup dengan penuh keterbatasan. Terlebih lagi ketika posisi perempuan itu di dalam keluarga. Rasanya tidaklah adil kalau tugas perempuan masih saja sama, sehebat apapun penyetaraan gender, akhirnya kemali ke hakikat semula, 3M (macak, masak, manak). Perempuan tidak diperkenankan mengambil keputusan dalam keluarga, karena itu adalah tugas seorang suami. Perempuan tidak boleh terlalu intens bekerja, berkarier, karena sudah tanggung jawab suami memberi nafkah pada keluarga. Apakah itu adil? Perempuan juga manusia merdeka yang punya hak. Hak untuk mengambil keputusan dan menentukan sikap. hak untuk meniti karier. Agama memang menyebutkan aturan-aturan dalam berumahtangga terutama posisi suami dan istri. Justru inilah yang membuat posisi pria menjadi sangat kuat dalam keluarga, bahkan terkesan otoriter. Belajar dari pengalaman, banyak perempuan-perempuan cerdas, kraetif , berbakat dan berpotensi justru tenggelam ketika mereka berkeluarga. Mungkin hanya 1 perempuan diantara 1000 perempuan di dunia ini yang mempunyai kesempatan istimewa untuk mengembangkan diri secara total tetapi tetap berperan besar dalam keluarga. Tentunya itu juga perlu adanya kerjasama dari suami-istri, saling menghormati, saligmendukung dan tanpa sikap egois ataupun arogansi.. Mungkin akhirnya pemikiran naif yang muncul ketika hal itu tidak dapat terwujud, "kenapa harus sekolah tinggi-tinggi jika toh akhirnya hanya menjadi BEGINI-BEGINI SAJA....?"

Jumat, 20 Februari 2009

AKU SANG MERAH... (SEBUAH PUISI)

akulah sang merah
bermacam persepsi orang tentang aku
tapi aku tetap merah
meskipun kadang
karena setitik tinta
aku berubah menjadi pink
bisa juga menjadi marun
tapi aku...
tetap sang merah
tiba-tiba aku jatuh cinta
pada sang biru
yang begitu lembut..
dan sejuk...
sang biru yang begitu teduh
yangbisa mendinginkanku
saat aku mulai membara
tapi kini
saat sang merah dan sang biru sepakat untuk melebur
dan menciptakan warna baru, ungu
biruku tiba-tiba berubah
jangankan dengan setitik tinta,
dengan sebutir debu saja
dia berubah menjadi perusi
bahkan juga menjadi donker
sang merah tidak suka donker
karena ungu yang tercipta menjadi tidak indah...
tidak cantik...
akulah sang merah
apa yang harus aku lakukan
untuk menjaga biruku...tetap biru...